Jumat, 22 Mei 2009

KONSEP DIRI

GANGGUAN KONSEP DIRI

1. Gangguan Gambaran Diri/Citra Diri
Gangguan citra tubuh adalah perubahan persepsi tentang tubuh yang diakibatkan oleh perubahan ukuran bentuk, struktur, fungsi, keterbatasan, makna dan objek yang sering kontak dengan tubuh.
Beberapa gangguan pada gambaran diri tersebut dapat menunjukan tanda dan gejala:
a. Syok Psikologis.
Syok Psikologis merupakan reaksi emosional terhadap dampak perubahan dan dapat terjadi pada saat pertama tindakan.syok psikologis digunakan sebagai reaksi terhadap ansietas. Informasi yang terlalu banyak dan kenyataan perubahan tubuh membuat klien menggunakan mekanisme pertahanan diri seperti mengingkari, menolak dan proyeksi untuk mempertahankan keseimbangan diri.
b. Menarik diri.
Klien menjadi sadar akan kenyataan, ingin lari dari kenyataan, tetapi karena tidak mungkin maka klien lari atau menghindar secara emosional. Klien menjadi pasif, tergantung , tidak ada motivasi dan keinginan untuk berperan dalam perawatannya.
c. Penerimaan atau pengakuan secara bertahap.
Setelah klien sadar akan kenyataan maka respon kehilangan atau berduka muncul. Setelah fase ini klien mulai melakukan reintegrasi dengan gambaran diri yang baru.
Tanda dan gejala dari gangguan gambaran diri di atas adalah proses yang adaptif, jika tampak gejala dan tanda-tanda berikut secara menetap maka respon klien dianggap maladaptif sehingga terjadi gangguan gambaran diri yaitu :
o Menolak untuk melihat dan menyentuh bagian yang berubah.
o Tidak dapat menerima perubahan struktur dan fungsi tubuh.
o Mengurangi kontak sosial sehingga terjadi menarik diri.
o Perasaan atau pandangan negatif terhadap tubuh.
o Preokupasi dengan bagian tubuh atau fungsi tubuh yang hilang.
o Mengungkapkan keputusasaan.
o Mengungkapkan ketakutan ditolak.
o Depersonalisasi.
o Menolak penjelasan tentang perubahan tubuh.
2. Gangguan Ideal Diri
Gangguan ideal diri adalah ideal diri yang terlalu tinggi, sukar dicapai dan tidak realistis ideal diri yang samar dan tidak jelas dan cenderung menuntut.
Pada klien yang dirawat di rumah sakit karena sakit maka ideal dirinya dapat terganggu. Atau ideal diri klien terhadap hasil pengobatan yang terlalu tinggi dan sukar dicapai.
Tanda dan gejala yang dapat dikaji :
• Mengungkapkan keputusan akibat penyakitnya, misalnya : saya tidak bisa ikut ujian karena sakit, saya tidak bisa lagi jadi peragawati karena bekas operasi di muka saya, kaki saya yang dioperasi membuat saya tidak main bola.
• Mengungkapkan keinginan yang terlalu tinggi, misalnya saya pasti bisa sembuh pada hal prognosa penyakitnya buruk; setelah sehat saya akan sekolah lagi padahal penyakitnya mengakibatkan tidak mungkin lagi sekolah.
3. Gangguan Harga Diri
Gangguan harga diri yang disebut harga diri rendah dapat digambarkan sebagai perasaan negatif terhadap diri sendiri termasuk hilangnya percaya diri dan harga diri. Harga diri rendah dapat terjadi secara situasional ( trauma ) atau kronis ( negatif self evaluasi yang telah berlangsung lama ). Dan dapat di ekspresikan secara langsung atau tidak langsung (nyata atau tidak nyata).
a. Situasional
Yaitu terjadi trauma yang tiba-tiba, misalnya harus operasi, kecelakaan, dicerai suami, putus sekolah, putus hubungan kerja, perasaan malu karena terjadi sesuatu (korban perkosaan, ditiduh KKN, dipenjara tiba-tiba).
• Privacy yang kurang diperhatikan, misalnya pemeriksaan fisik yang sembarangan pemasangan alat yang tidak sopan (pengukuran pubis, pemasangan kateler pemeriksaan perincal)
• Harapan akan struktur, bentuk dan fungsi tubuh yang tidak tercapai karena dirawat/sakit/penyakit.
• Perlakuan petugas kesehatan yang tidak menghargai, misalnya berbagai pemeriksaan dilakukan tanpa penjelasan, berbagai tindakan tanpa persetujuan.
b. Kronik
Yaitu perasaan negatif terhadap diri telah berlangsung lama, yaitu sebelum sakit/dirawat klien ini mempunyai cara berpikir yang negatif. Kejadian sakit dan dirawat akan menambah persepsi negatif terhadap dirinya.
Tanda dan gejala yang dapat dikaji :
• Perasaan malu terhadap diri sendiri akibat penyakit dan akibat tindakan terhadap penyakit. Misalnya malu dan sedih karena rambut jadi botak setelah mendapat terapi sinar pada kanker
• Rasa bersalah terhadap diri sendiri. Misalnya ini tidak akan terjadi jika saya segera kerumah sakit, menyalahgunakan/mengejek dan mengkritik diri sendiri.
• Merendahkan martabat. Misalnya saya tidak bisa, saya tidak mampu saya orang bodoh dan tidak tahu apa-apa.
• Gangguan hubungan sosial, seperti menarik diri. Klien tidak ingin bertemu dengan orang lain, lebih suka sendiri.
• Percaya diri kurang. klien sukar mengambil keputusan, misalnya tentang memilih alternatif tindakan.
• Mencederai diri akibat harga diri yang rendah disertai harapan yang suram, mungkin klien ingin mengakhiri kehidupan.
Manifestasi harga diri rendah:
• Kehilangan nafsu makan
• Kehilangan berat badan
• Makan yang berlebih/tidak mau makan
• Gangguan tidur
• Perubahan perilaku
• Perasaan tidak berharga, dll
Menurut beberapa ahli dikemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi gangguan harga diri, seperti :
a. Perkembangan individu.
Faktor predisposisi dapat dimulai sejak masih bayi, seperti penolakan orang tua menyebabkan anak merasa tidak dicintai dan mengkibatkan anak gagal mencintai dirinya dan akan gagal untuk mencintai orang lain.
Pada saat anak berkembang lebih besar, anak mengalami kurangnya pengakuan dan pujian dari orang tua dan orang yang dekat atau penting baginya. Ia merasa tidak adekuat karena selalu tidak dipercaya untuk mandiri, memutuskan sendiri akan bertanggung jawab terhadap prilakunya. Sikap orang tua yang terlalu mengatur dan mengontrol, membuat anak merasa tidak berguna.
b. Ideal Diri tidak realistis.
Individu yang selalu dituntut untuk berhasil akan merasa tidak punya hak untuk gagal dan berbuat kesalahan. Ia membuat standart yang tidak dapat dicapai, seperti cita –cita yang terlalu tinggi dan tidak realistis. Yang pada kenyataan tidak dapat dicapai membuat individu menghukum diri sendiri dan akhirnya percaya diri akan hilang.
c. Gangguan fisik dan mental
Gangguan ini dapat membuat individu dan keluarga merasa rendah diri.
d. Sistim keluarga yang tidak berfungsi.
Orang tua yang mempunyai harga diri yang rendah tidak mampu membangun harga diri anak dengan baik. Orang tua memberi umpan balik yang negatif dan berulang-ulang akan merusak harga diri anak. Harga diri anak akan terganggu jika kemampuan menyelesaikan masalah tidak adekuat. Akhirnya anak memandang negatif terhadap pengalaman dan kemampuan di lingkungannya.
e. Pengalaman traumatik yang berulang,misalnya akibat aniaya fisik, emosi dan
seksual.
Penganiayaan yang dialami dapat berupa penganiayaan fisik, emosi, peperangan, bencana alam, kecelakan atau perampokan. Individu merasa tidak mampu mengontrol lingkungan. Respon atau strategi untuk menghadapi trauma umumnya mengingkari trauma, mengubah arti trauma, respon yang biasa efektif terganggu. Akibatnya koping yang biasa berkembang adalah depresi dan denial pada trauma.
4. Gangguan Peran
Gangguan penampilan peran adalah berubah atau berhenti fungsi peran yang disebabkan oleh penyakit, proses menua, putus sekolah, putus hubungan kerja.
Pada klien yang sedang dirawat di rumah sakit otomatis peran sosialo klien berubah menjadi peran sakit. Peran klien yang berubah adalah :
- Peran dalam keluarga
- Peran dalam pekerjaan/sekolah
- Peran dalam berbagai kelompok
Klien tidak dapat melakukan peran yang biasa dilakukan selama dirawat di rumah sakit atau setelah kembali dari rumah sakit, klien tidak mungkin melakukan perannya yang biasa.
Tanda dan gejala yang dapat dikaji :
• Mengungkapkan ketidakpuasan perannya atau kemampuan menampilkan peran
• Mengingkari atau menghindari peran
• Kegagalan menjalankan peran yang baru
• Ketegangan menjalankan peran yang baru
• Kurang tanggung jawab (kemunduran pola tanggung jawab dalam peran)
• Apatis/bosan/jenuh dan putus asa
• Proses berkabung yang tidak berfungsi
Faktor-faktor gangguan peran tersebut dapat di akibatkan oleh :
• Konflik peran interpersonal
• Individu dan lingkungan tidak mempunyai harapan peran yang selaras.
• Contoh peran yang tidak adekuat.
• Kehilangan hubungan yang penting
• Perubahan peran seksual
• Keragu-raguan peran
• Perubahan kemampuan fisik untuk menampilkan peran sehubungan dengan
• Proses menua
• Kurangnya kejelasan peran atau pengertian tentang peran
• Ketergantungan obat
• Kurangnya keterampilan social
• Perbedaan budaya
• Harga diri rendah
• Konflik antar peran yang sekaligus diperankan
5. Gangguan Identitas Diri
Gangguan identitas adalah kekaburan/ketidakpastian memandang diri sendiri, penuh dengan keragu-raguan, sukar menetapkan keinginan dan tidak mampu mengambil keputusan.
Tanda dan gejala yang dapat dikaji :
• Tidak ada percaya diri
• Sukar mengambil keputusan
• Ketergantungan
• Masalah dalam hubungan interpersonal
• Ragu/tidak yakin terhadap keinginan
• Projeksi (menyalahkan orang lain)
Pada klien yang dirawat di rumah sakit karena penyakit fisik maka identitas diri dapat terganggu karena:
• Tubuh klien dikontrol oleh orang lain. Misalnya pelaksanaan pemeriksaan dan pelaksanaan tindakan tanpa penjelasan dan persetujuan klien.
• Ketergantungan pada orang lain. Misalnya : untuk “self-care” perlu dibantu orang lain sehingga otonomi/kemandirian terganggu.
• Perubahan peran dan fungsi. Klien menjalankan peran sakit, peran sebelumnya tidak dapat dijalankan

KONSEP DIRI

PERKEMBANGAN KONSEP DIRI

Perkembangan konsep diri adalah proses sepanjang hidup. Setiap tahap perkembangan mempunyai aktivitas spesifik yang membantu dalam mengembangkan konsep diri yang positif.
0 - 1 tahun
- Mulai untuk mempercayai
- Membedakan diri dengan lingkungan 1 - 3 tahun
- Mempunyai control terhadap beberapa bahasa
- Mulai menjadi otonom dalam pikiran dan tindakan
- Menyukai tubuhnya
- Menyukai dirinya
3 - 6 tahun
- Mengambil inisiatif
- Mengidentifikasi jender
- Meningkatkan kewaspadaan diri
- Ketrampilan berbahasa meningkat 6 - 12 tahun
- Dapat mengatur diri sendiri (industry)
- Berinteraksi dengan teman sebaya
- Harga diri meningkat dengan penguasaan ketrampilan baru
- Menyadari kekuatan dan keterbatasan
12 - 20 tahun
- Menerima perubahan tubuh
- Menggali tujuan untuk masa depan
- Merasakan positif tentang diri
- Berinteraksi dengan orang yang mereka anggap menarik secara seksual Pertengahan 20 – pertengahan 40
- Mempunyai hubungan intim dengan keluarga dan teman dekat
- Mempunyai perasaan stabil, positif tentang diri
Pertengahan 40 – pertengahan 60
- Dapat menerima perubahan dalam penampilan dan ketahanan
- Mengkaji kembali tujuan hidup
- Menunjukkan perhatian dengan penuaan Akhir usia 60 tahun
- Merasa positif tentang kehidupan dan maknanya
- Tertarik dalam memberikan legalitas bagi generasi berikutnya

a. Bayi
Yang dibutuhkan bayi pertama kali adalah pemberi perawatan primer dan hubungan dengan pemberi perawatan tersebut. Peran memberi perawatan ini dapat dipenuhi oleh ibu, ayah atau seseorang yang bertanggung jawab untuk merawat bayi. Jika bayi mengalami kesenangan, interaksi penuh kasih saying dengan pemberi perawatannya maka hal ini akan diingatnya dan diinternalisasikan ke dalam psikis bayi. Jika interaksinya tidak mamuaskan, menyakitkan, atau mengakibatkan frustasi maka ini akan terpisah dari psikis dan ditekan ke bawah sadar. Perasaan yang dipisahkan dan ditekan ini akan dikeluarkan dalam bentuk lain dalam kehidupan. Penting untuk selalu memenuhi kebutuhan fisik dan emosional bayi karena konsistensi ini memungkinkan terbentuknya rasa saling percaya.
Pada awalnya bayi baru lahir semata-mata menyatakan perbedaan antara sensasi menyenangkan dan objek yang menyebabkan sensasi tersebut. Neonates tidak mempunyai rasa batasan diri yang jelas. Dunia luar adalah perluasan dari diri mereka. Hanya jika fungsi persepsi dan sensori matur maka bayi secara bertahap belajar tentang tubuh mereka. Bayi benar-benar tergantung pada orang dewasa untuk merawat kebutuhan dasar mereka. Jika kebutuhan seperti makan dan perawatan terpenuhi dengan cepat dan konsisten bayi mulai membentuk rasa percaya dengan dunia. Pengalaman positif membantu mereka meraih kepercayaan dalam diri mereka.
Penyapihan, kontak dengan orang lain dan penggalian lingkungan memperkuat kewaspadaan diri. Sejalan anak-anak mendekati ulang tahun yang pertama koordinasi dari pengalaman sensoris diinternalisasikan ke dalam citra tubuh mereka.
Tanpa stimulasi yang adekuat dari kemampuan motorik dan penginderaan, perkembangan citra tubuh dan konsep diri mengalami kerusakan seperti yang ditunjukkan oleh studi tentang bayi premature dalam incubator yang kurang dibuai, diayun dan dipeluk. Pengalaman pertama bayi dengan tubuh mereka yang sangat ditentukan oleh kasih sayang dan sikap ibu adalah dasar untuk perkembangan citra tubuh. Penerimaan dan pengaturan tubuh di kemudian hari dan reaksi orang lain terhadap hal tersebut adalah cara kita melanjutkan pembentukan citra tubuh kita.

b. Todler
Anak usia bermain (1-3 tahun) lebih aktif dan mampu berinteraksi dengan orang lain. Tugas psikososial utama mereka adalah mengembangkan otonomi. Anak-anak beralih dari ketergangungan total kepada rasa kemandirian dan keterpisahan diri mereka dari orang lain. Mereka juga cenderung memandang orang lain dan diri mereka dalam istilah “semua baik” atau “semua tidak baik”. Mereka mencapai keterampilan dengan makan sendiri dan melakukan tugas hygiene dasar. Anak usia bermain belajar mengkoordinasikan gerakan dan meniru orang lain. Mereka belajar mengkontrol tubuh mereka melalui keterampilan locomotion, toilet training, berbicara dan sosialisasi.
Sebagian dari diri mereka mungkin dipandang sebagai “permanen” sehingga tindakan memotong rambut atau menyiram limbah ke dalam toilet dapat menyebabkan stress karena semua itu adalah bagian dari diri mereka. Anak usia bermain tidak selalu mengetahui kapan mereka sakit, letih, terlalu dingin atau haus atau celananya basah. Anak usia bermain penuh dengan impuls, “mau kue…ambil kue!”. Tugas orang tua dan masyarakat untuk dengan lembut memberikan batasan pada perilaku yang diterima.

c. Usia prasekolah
Batasan tubuh, rasa diri, dan jender dari anak usia prasekolah menjadi lebih pasti bagi mereka karena perkembangan keingintahuan seksual dan kesadaran tentang perbedaan dengan orang lain dari jender yang sama atau yang berbeda. Mempelajari tentang tubuh, dimana mulainya dan mana akhirnya seperti apa tampaknya dan apa yang dilakukan adalah dasar untuk pembentukan konsep diri dan citra tubuh. Pertumbuhan kesadaran diri termasuk penemuan perasaan, misalnya anak usia sekolah belajar nama dari perasaan mereka. Mereka mulai belajar tentang bagaimana mereka mempengaruhi orang lain dan bagaimana orang lain berespon terhadap mereka. Mereka juga belajar dasar untuk mengkontrol perasaan dan perilaku. Konsep tentang tubuh direfleksikan dalam cara anak-anak berbicara, bergerak, membuat gambar, dan bermain. Anak-anak mulai menguji peran dan meniru orang seperti yang mereka identifikasi dengan orang tua sesame jenis kelamin atau anggota keluarga.
Anak-anak merasa kecil dalam hubungannya dengan orang dewasa. Mereka menetapkan pandangan negative atau positif tentang diri mereka. Mereka mendengar dan mengalami emosi dan pernyataan dari orang lain, terutama orang tua, tentang diri mereka sebagai individu. Mereka juga mendengar tentang hal dan peristiwa di sekitar mereka. Ketika pengalaman ini terulang beberapa kali mereka mulai membentuk pola yang diharapkan. Anak-anak menginternalisasi pandangan dari orang lain sebagai bagian dari diri mereka. Mereka kemudian berperilaku untuk memenuhi pandangan tersebut. Misalnya orang tua menganggap anak cenderung tertarik dengan hal-hal mekanik, maka anak bertindak memenuhinya dengan mengumpulkan benda-benda atau memperbaiki sesuatu. Anak-anak belajar menghargai apa yang orang tua mereka hargai. Penghargaan dari anggota keluarga menjadi penghargaan diri. Keluarga sangat penting untuk pembentukan konsep diri anak dan masukan negative pada masa ini akan menciptakan penurunan harga diri, dan orang tersebut pada masa dewasa akan bekerja keras untuk mengatasinya.

d. Anak Usia Sekolah
Sampai anak-anak bersekolah konsep diri dan citra tubuh terutama didasarkan pada sikap orang tua. Di sekolah orang lain menunjang terbentuknya konsep diri dan citra diri. Hal ini akan memberi efek penyelaras bagi anak-anak yang keluarganya sangat kritis atau akan menjadi negative jika anak mengalami lingkungan pendidikan yang negative.
Dengan anak memasuki usia sekolah pertumbuhan menjadi cepat dan lebih banyak didapatkan keterampilan motorik, social dan intelektual. Tubuh anak berubah, dan identitas seksual menguat, rentang perhatian meningkat, dan aktivitas membaca memmungkinkan ekspansi konsep diri melalui imajinasi ke dalam peran, perilaku, dan tempat lain. Melalui permainan anak-anak berinteraksi dengan teman sebaya, mengembangkan keterampilan motorik dan intelektual tambahan. Anak-anak mengekspresikan perasaan melalui permainan, literature, gambar, dan musik. Perawat dapat menggunakan hal ini untuk mendapatkan petunjuk dalam konsep diri anak-anak. Dengan meningkatnya kemampuan pemecahan masalah, kesadaran diri tentang perkembangan kekuatan dan keterbatasan diri makin besar. Konsep diri dan citra tubuh dapat berubah pada saat ini karena anak terus berubah secara fisik, emosional, mental dan social.

e. Remaja
Masa remaja membawa pergolakan fisik, emosional dan social. Sepanjang maturasi seksual, perasaan, peran dan nilai baru, harus diintegrasikan ke dalam diri. Pertumbuhan yang cepat yang diperhatikan oleh remaja dan orang lain adalah factor penting dalam penerimaan dan perbaikan citra tubuh.
Anak remaja dipaksa untuk mengubah gambaran mental mereka tentang diri mereka. Perubahan fisik dalam ukuran dan penampilan menyebabkan perubahan dalam persepsi diri dan penggunaan tubuh. Anak remaja menghabiskan banyak waktu di depan cermin untuk hygiene, berdandan dan berpakaian dimana mereka mencari perbaikan dari penampilan mereka sebanyak mungkin. Distress yang besar dirasakan tentang ketidaksempurnaan tubuh yang dicerap.
Perkembangan konsep diri dan citra tubuh sangat berkaitan erat dengan pembentukan identitas. Pengamanan diri mempunyai efek yang penting. Pengalaman positif pada masa anak-anak memberdayakan remaja untuk merasa baik tentang diri mereka. Pengalaman negative sebagai anak dapat mengakibatkan konsep diri yang buruk. Anak-anak yang memasuki masa remaja dengan perasaan negative menghadapi periode yang sulit ini bahkan lebih menyulitkan lagi.
Anak remaja mungkin terlalu menekankan penampilan. Hidung yang mancung, telinga yang besar, tubuh pendek atau kerangka tubuh yang besar mengakibatkan remaja menilai buruk terhadap dirinya. Jika anak remaja tidak merasa menerima diri mereka atau tubuh mereka, mereka akan mencoba untuk berkompetensi melalui olah raga, keberhasilan dari hobi atau akademik, komitmen keagamaan, penggunaan obat atau alcohol atau kelompok teman untuk meningkatkan prestise. Kompensasi mungkin berkaibat cukup negative atau positif, bergantung pada penerimaan masyarakat dari aktivitas tertentu tersebut.
Anak remaja juga mulai menunjukkan pada teman dengan jenis kelamin berbeda dengan cara baru dan minat yang lebih meningkat. Mereka mengumpulkan berbagai peran perilaku sejalan dengan mereka menetapkan rasa identitas, termasuk siapa mereka, apa makna kehidupan bagi mereka dan kemana mereka pergi.

f. Dewasa Muda
Meski pertumbuhan fisik telah berhenti, perubahan kognitif, social dan perilaku terus terjadi sepanjang hidup. Dewasa muda (awal 20 tahunan sampai pertengahan 40 tahunan) adalah periode untuk memilih, adalah periode untuk menetapkan tanggung jawab, mencapai kestabilan dalam pekerjaan dan mulai melakukan hubungan erat. Konsep diri dan citra tubuh menjadi relative stabil dalam masa ini.
Konsep diri dan citra tubuh adalah kreasi social dan penghargaan dan penerimaan diberikan untuk penampilan normal dan perilaku yang sesuai berdasrkan standar social. Konsep diri secara konstan terus berkembang dan dapat diidentifikasi dalam nilai, sikap, dan perasaan tentang diri.

g. Dewasa Tengah
Perubahan fisik seperti penumpukan lemak, kebotakan, rambut memutih dan varises menyerang usia dewasa tengah. Tahap perkembangan ini terjadi sebagai akibat perubahan dalam produksi hormonal dan sering penurunan dalam aktivitas mempengaruhi citra tubuh yang selanjutnya dapat mengganggu konsep diri. Orang menyadari bahwa mereka tampak lebih tua dan mereka munkin merasakan juga bahwa mereka menjadi lebih tua. Pekerjaan mungkin sangat menegangkan jika orang dengan usia dewasa tengah merasa bahwa stamina, daya tahan, dan ketegapan mereka menurun untuk manghadapi tugas. Tingkat energi yang menurun ini sering menjadi akibat dari penurunan metabolisme basal dan penurunan tonus otot.
Penyakit atau kematian orang yang dicintai dapat menimbulkan perhatian tentang kematian diri sendiri. Individu usia dewasa tengah dapat merasa minder dengan orang muda karena gambaran diri tentang tubuh yang kuat dan sehat dengan energy yang tidak terbatas telah digantikan dengan gambaran diri yang mencerminkan perubahan penuaan. Kesulitan dalam menerima kemudaan juga disebabkan oleh ketakutan tentang efek menopause, cerita tentang seksualitas dan social serta tekanan dari media iklan yang menggambarkan kemudaan.
Usia dewasa tengah sering merupakan waktu untuk mengevaluasi kembali pengalaman hidup dan mendefinisikan kembali tentang diri dalam peran dan nilai hidup. Hal ini disebut krisis usia baya. Evaluasi ulang ini dapat mencakup pilihan tentang karier dan perkawainan. Jalan keluar yang berhasil mencakup integrasi kualitas baru ke dalam konsep diri. Sebagian besar orang secara bertahap menyesuaikan diri dengan tubuh mereka yang berubah dengan lambat dan menerima perubahan sebagai bagian dari kematangan. Orang dengan kedewasaan emosional menyadari bahwa mereka tidak dapat kembali menjadi muda dan menghargai bahwa masa lalu dan pengalaman mereka sendiri adalah valid dan bermakna. Orang usia dewasa tengah yang menerima usia mereka dan tidak mempunyai keinginan untuk kembali pada masa-masa muda menunjukkan konsep diri yang sehat.

h. Lansia
Perubahan fisik pada lansia tampak sebagai penurunan bertahap struktur dan fungsi. Terjadi penurunan kekuatan otot dan tonus otot. Osteoporosis yang adalah penurunan kepadatan dan massa tulang, dapat meningkatkan risiko fraktur atau menciptakan “punuk dowager”.
Penurunan ketajaman pandangan adalah factor yang mempengaruhi lansia dalam berinteraksi dengan lingkungan. Proses normal penuaan menyebabkan penurunan ketajaman penglihatan. Kehilangan pendengaran dapat menyebabkan perubahan kepribadian karena lansia menyadari bahwa mereka tidak lagi menyadari semua yang terjadi atau yang diucapkan. Kecurigaan, mudah tersinggung, tidak sabar, atau menarik diri dapat terjadi karena kerusakan pendengaran. Sering lansia memandang alat bantu dengar sebagai ancaman lain terhadap citra tubuh. Bagi banyak lansia kacamata lebih diterima secara social karena kacamata digunakan oleh semua kelompok usia, tetapi alat bantu dengar dianggap sebagai bukti langsung dari usia. Penyesuaian diri terhadap penggunaan alat bantu dengar sulit terjadi .Jika motivasinya rendah alat bantu dengar dapat ditolak.
Kehilngan tonus kulit dengan disertai keriput dan penampilan dapat mempengaruhi harga diri dan menyebabkan lansia merasa jelek dalam masyarakat yang menghargai kemudaan dan kecantikan. Kultur barat tidak terlalu mendiskriminasikan usia dan penampilan yang ditujukan pada pria daripada ditujukan pada wanita.
Aktivitas seksual mungkin menghilang sejalan dengan pertambahan usia, meskipun kemampuan untuk melakukannya tetap ada. Sering lansia tidak melakukan aktivitas seksual karena mereka tidak mempunyai pasangan. Perubahan dalam citra tubuh dapat mengganggu aktivitas seksual karena penolakan yang diantisipasi atau yang dirasakan oleh pasangan atau karena ketakutan tentang ketidakmampuan untuk melakukannya meskipun sebagian besar riset menunjukkan bahwa tidak ada rintangan fisik.
Konsep diri selama masa lansia dipengaruhi oleh pengalaman sepanjang hidup. Masa lansia adalah waktu di mana orang bercermin pada hidup mereka, meninjau kembali keberhasilan dan kekecewaan dan dengan demikian menciptakan rasa kesatuan dari makna tentang diri mereka dan dunia membantu generasi yang lebih muda dalam cara yang positif sering membantu lansia mengembangkan perasaan telah meninggalkan warisan. Konsep diri juga dipengaruhi oleh status kesehatan yang dirasakan orang tersebut saat ini.

KONSEP DIRI

Rentang Respon Konsep Diri


Respon adaptif respon maladaptive


Aktualisasi diri konsep diri (+) harga diri rendah kerancuan identitas depersonalisasi

Perilaku yang berhubungan dengan harga diri rendah:
• Mengkritik diri sendiri atau orang lain
• Penurunan produktivitas
• Destruktif yang diarahkan pada orang lain
• Gangguan dalam berhubungan
• Rasa diri penting yang berlebihan
• Perasaan tidak mampu
• Rasa bersalah
• Mudah tersinggung atau marah yang berlebihan
• Perasaan negative mengenai tubuhnya sendiri
• Ketegangan peran yang dirasakan
• Pandangan hidup yang pesimis
• Keluhan fisik
• Pandangan hidup yang bertentangan
• Penolakan terhadap kemampuan personal
• Destruktif terhadap diri sendiri
• Pengurangan diri
• Menarik diri secara social
• Penyalahgunaan zat
• Menarik diri dari realitas
• Khawatir
Perilaku yang berhubungan dengan kerancuan identitas:
• Tidak ada kode moral
• Sifat kepribadian yang bertentangan
• Hubungan interpersonal eksploitatif
• Perasaan hampa
• Perasaan mengambang tentang diri sendiri
• Kerancuan gender
• Tingkat ansietas tinggi
• Ketidakmampuan untuk empati terhadap orang lain
• Kehilangan keautentikan
• Masalah intimasi
Perilaku yang berhubungan dengan depersonalisasi:
• Afektif
o Mengalami kehilangan identitas
o Perasaan terpisah dari diri sendiri
o Perasaan tidak aman, rendah, takut, malu
o Perasaan tak realistis
o Rasa terisolasi yang kuat
o Kurang rasa kesinambungan dalam diri
o Ketidakmampuan mencari kesenangan atau perasaan untuk mencapai sesuatu
• Perceptual
o Halusinasi pendengaran dan penglihatan
o Kebingungan tentang seksualitas diri sendiri
o Kesulitan membedakan diri sendiri dari orang lain
o Gangguan citra tubuh
o Mengalami dunia seperti dalam mimpi
• Kognitif
o Bingung
o Disorientasi waktu
o Gangguan berpikir
o Gangguan daya ingat
o Gangguan penilaian
o Adanya kepribadian yang terpisah dalam diri orang yang sama
• Perilaku
o Afek yang tumpul
o Keadaan emosi yang pasif dan tidak berespon
o Komunikasi yang tidak serasi
o Kurang spontanitas
o Kehilangan kendali terhadap impuls
o Kehilangan kemampuan untuk memulai dan membuat keputusan
o Menarik diri secara sosial

KONSEP DIRI

Pengertian konsep diri
• Konsep diri adalah pengetahuan tentang diri, misalnya “saya kuat dalam matematika” (Wigfield & Karpathian, 1991).
• Konsep diri adalah citra subjektif dari diri dan percampuran yang kompleks dari perasaan, sikap dan persepsi bawah sadar maupun sadar (Potter & Perry, 2005).
Konsep diri memberikan kerangka acuan yang mempengaruhi manajemen terhadap suatu situasi dan hubungan dengan orang lain. Konsep diri mulai dibentuk pada masa muda. Masa remaja adalah waktu yang kritis ketika banyak hal secara kontinyu mempengaruhi konsep diri.
• Konsep diri didefinisikan sebagai semua pikiran, keyakinan, dan kepercayaan yang membuat seseorang mengetahui tentang dirinya dan mempengaruhi hubungannya dengan orang lain (Stuart & Sundeen, 1998).
Konsep diri tidak terbentuk sejak lahir tapi dipelajari sebagai hasil dari pengalaman unik seseorang dalam dirinya sendiri, dengan orang terdekat, dan dengan realitas dunia.
Konsep diri merupakan representasi fisik seorang individu, pusat inti dari “AKU”, dimana semua persepsi dan pengalaman terorganisasi. Konsep diri dikembangkan melalui proses yang sangat kompleks yang melibatkan banyak variabel. Konsep diri adalah kombinasi dinamis yang dibentuk selama bertahun-tahun dan didasarkan pada hal-hal berikut ini:
1. Reaksi orang lain terhadap tubuh seseorang
2. Persepsi berkelanjutan tentang reaksi orang lain terhadap diri
3. Hubungan dengan diri dan orang lain
4. Struktur kepribadian
5. Persepsi terhadap stimulus yang mempunyai dampak pada diri
6. Pengalaman baru atau sebelumnya
7. Perasaan saat ini tentang fisik, emosional dan social diri
8. Harapan tentang diri
Konsep diri memberikan rasa kontinuitas, keutuhan dan konsistensi pada seseorang. Konsep diri yang sehat mempunyai tingkat kestabilan yang tinggi dan membangkitkan perasaan negative atau positif yang ditujukan pada diri.

Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan konsep diri
Menurut Stuart dan Sudeen ada beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan konsep diri. Faktor-foktor tersebut terdiri dari teori perkembangan, Significant Other (orang yang terpenting atau yang terdekat) dan Self Perception (persepsi diri sendiri).
1. Teori perkembangan
Konsep diri belum ada waktu lahir, kemudian berkembang secara bertahap sejak lahir seperti mulai mengenal dan membedakan dirinya dan orang lain. Dalam melakukan kegiatannya memiliki batasan diri yang terpisah dari lingkungan dan berkembang melalui kegiatan eksplorasi lingkungan melalui bahasa, pengalaman atau pengenalan tubuh, nama panggilan, pengalaman budaya dan hubungan interpersonal, kemampuan pada area tertentu yang dinilai oleh diri sendiri atau masyarakat serta aktualisasi diri dengan merealisasi potensi yang nyata.
Pengalaman dalam keluarga merupakan dasar pembentukan konsep diri, karena keluarga dapat memberikan:
a. Perasaan mampu atau tidak mampu
b. Perasaan diterima atau ditolak
c. Kesempatan untuk identifikasi
d. Penghargaan yang pantas tentang tujuan, perilaku dan nilai.
2. Significant Other ( orang yang terpenting atau yang terdekat )
Dimana konsep diri dipelajari melalui kontak dan pengalaman dengan orang lain, belajar diri sendiri melalui cermin orang lain yaitu dengan cara pandangan diri merupakan interprestasi diri pandangan orang lain terhadap diri, anak sangat dipengaruhi orang yang dekat, remaja dipengaruhi oleh orang lain yang dekat dengan dirinya, pengaruh orang dekat atau orang penting sepanjang siklus hidup, pengaruh budaya dan sosialisasi.
3. Self Perception ( persepsi diri sendiri )
Yaitu persepsi individu terhadap diri sendiri dan penilaiannya, serta persepsi individu terhadap pengalamannya akan situasi tertentu. Konsep diri dapat dibentuk melalui pandangan diri dan pengalaman yang positif. Sehingga konsep diri merupakan aspek yang kritikal dan dasar dari prilaku individu. Individu dengan konsep diri yang positif dapat berfungsi lebih efektif yang dapat dilihat dari kemampuan interpersonal, kemampuan intelektual dan penguasaan lingkungan.
Seseorang dengan konsep diri yang positif dapat mengeksplorasi dunianya secara terbuka dan jujur karena latar belakang penerimaannya sukses, konsep diri yang positif berasal dari pengalaman yang positif yang mengarah pada kemampuan pemahaman. Karakter individu dengan konsep diri yang positif:
• Mampu membina hubungan pribadi, mempunyai teman dan gampang bersahabat.
• Mampu berpikir dan membuat keputusan.
• Dapat beradaptasi dan menguasai lingkungan.
• Percaya diri akan kemampuannya untuk memecahkan masalah
• Menerima pujian tanpa rasa malu
• Menyadari bahwa tiap manusia mempunyai kekurangan
• Mampu memperbaiki diri
Konsep diri yang negatif dapat dilihat dari hubungan individu dan sosial yang maladaptif. Seseorang dikatakan mempunyai konsep diri negatif jika ia meyakini dan memandang bahwa dirinya lemah, tidak berdaya, tidak dapat berbuat apa-apa, tidak kompeten, gagal, malang, tidak menarik, tidak disukai dan kehilangan daya tarik terhadap hidup. Orang dengan konsep diri negatif akan cenderung bersikap pesimistik terhadap kehidupan dan kesempatan yang dihadapinya. Ia tidak melihat tantangan sebagai kesempatan, namun lebih sebagai halangan. Orang dengan konsep diri negatif, akan mudah menyerah sebelum berperang dan jika gagal, akan ada dua pihak yang disalahkan, entah itu menyalahkan diri sendiri (secara negatif) atau menyalahkan orang lain.

Komponen Konsep Diri
1. Gambaran diri/citra diri (Body Image)
• Sikap seseorang terhadap tubuhnya secara sadar mencakup persepsi & perasaan tentang ukuran & bentuk, fungsi, penampilan & potensi yang secara berkesinambungan mecakup masa lalu & saat ini dimodifikasi dengan persepsi & pengalaman yang baru (Stuart & Sundeen, 1998)
• Sejak lahir individu mengeksplorasi bagian tubuhnya, menerima stimulus dari orang lain, kemudian mulai memanipulasi lingkungan dan mulai sadar dirinya terpisah dari lingkungan ( Keliat ,1992 ).
• Gambaran diri ( Body Image ) berhubungan dengan kepribadian. Cara individu memandang dirinya mempunyai dampak yang penting pada aspek psikologinya. Pandangan yang realistis terhadap dirinya menerima dan mengukur bagian tubuhnya akan lebih merasa aman, sehingga terhindar dari rasa cemas dan meningkatkan harga diri (Keliat, 1992).
• Individu yang stabil, realistis dan konsisten terhadap gambaran dirinya akan memperlihatkan kemampuan yang mantap terhadap realisasi yang akan memacu sukses dalam kehidupan.
• Individu yang stabil, realistis dan konsisten terhadap gambaran dirinya akan memperlihatkan kemampuan yang mantap terhadap realisasi yang akan memacu sukses dalam kehidupan.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi gambaran diri, adalah:
o Pandangan pribadi tentang karakteristik dan kemampuan fisik dan oleh persepsi dan pandangan orang lain
Cara individu memandang dirinya mempunyai dampak yang penting pada aspek psikologinya. Pandangan yang realistis terhadap dirinya menerima dan mengukur bagian tubuhnya akan lebih merasa aman, sehingga terhindar dari rasa cemas dan meningkatkan harga diri (Keliat, 1992).
o Proses tumbuh kembang fisik dan kognitif
Perubahan perkembangan yang normal seprti pertumbuhan dan penuaan mempunyai efek penampakan yang lebih besar pada tubuh bila dibandingkan dengan aspek lain dari konsep diri. Citra tubuh anak usia sekolah berbeda dengan citra tubuh seorang bayi. Salah satu perbedaan yang mencolok adalah kemampuan berjalan. Perubahan ini bergantung pada kematangan fisik. Perubahan hormonal terjadi selama masa remaja dan pada tahun akhir kehidupan juga mempengaruhi citra tubuh (missal menopause selama masa dewasa tengah). Penuaan mencakup penurunan ketajaman penglihatan, pendengaran dan mobilitas dapat mempengaruhi citra tubuh.
o Sikap dan nilai kultural
Muda, cantik dan utuh adalah hal-hal yang ditekankan dalam masyarakat Amerika, fakta yang selalu ditayangkan dalam televisi, film dan iklan. Dalam kultur timur, penuaan dipandang sangat positif karena orang dengan usia tua dihormati. Kultur barat telah terbiasa dengan pandangan untuk takut terhadap penuaan yang sebenarnya normal. Menopouse dalam kultur lain dipandang sebagai waktu dimana wanita mencapai kekuasaan dan kebijaksanaan. Dalam kultur barat, wanita menopouse kurang disenangi secara seksual.
o Realitas perubahan tubuh
Citra tubuh hanya bergantung sebagian terhadap realitas tubuh. Seseorang pada umumnya tidak mengadaptasi dengan cepat terhadap perubahan tubuh. Seringkali terjadi misalnya seseorang yang telah mengalami penurunan berat badan tidak menganggap diri meraka kurus. Lansia seringkali mengatakan bahwa meraka tidak berbeda. Orang yang dulu kurus dan mengalami peningkatan berat badan yang besar menganggap berat badan mereka tetap sampai akhirnya mereka sadar bahwa pakaian mereka menjadi sempit atau ada orang yang mengatakan bahwa dia berubah menjadi gemuk.
2. Ideal diri (Self Ideal)
Ideal diri adalah persepsi individu tentang bagaimana dia harus berperilaku berdasarkan standar, tujuan, keinginan atau nilai pribadi tertentu. Sering disebut bahwa ideal diri sama dengan cita-cita, keinginan, harapan tentang diri sendiri.
Ideal diri merupakan hal penting atau paling pokok bagi seseorang dalam menetapkan konsep dan karakteristik yang diinginkannya.
Standar yang berhubungan dengan ideal diri adalah:
• tipe orang yang diinginkan sejumlah pribadi
• Cita-cita dan nilai yang ingin dicapai
• aspirasi tujuan dan hasil
• Kebudayaan
• Norma masyarakat
• kemampuan individu
Ideal diri seseorang mulai berkembang pada masa kanak-kanak dan dipengaruhi oleh yang memberikan tuntunan dan harapan, orang yang penting dalam dirinya.
Pada usia remaja ideal diri seseorang dibentuk oleh proses identifikasi pada orang tua, guru dan teman (tempat berinteraksi).
Menurut Ana Keliat ( 1998 ) ada beberapa faktor yang mempengaruhi ideal diri yaitu :
• Kecenderungan individu menetapkan ideal pada batas kemampuannya.
• Faktor budaya akan mempengaruhi individu menetapkan ideal diri.
• Ambisi dan keinginan untuk melebihi dan berhasil, kebutuhan yang realistis, keinginan untuk mengklaim diri dari kegagalan, perasan cemas dan rendah diri.
• Kebutuhan yang realistis.
• Keinginan untuk menghindari kegagalan.
• Perasaan cemas dan rendah diri.
Agar individu mampu berfungsi dan mendemonstrasikan kecocokan antara persepsi diri dan ideal diri. Ideal diri ini hendaknya ditetapkan tidak terlalu tinggi, tetapi masih lebih tinggi dari kemampuan agar tetap menjadi pendorong dan masih dapat dicapai (Keliat, 1992 ).
3. Harga diri (Self Esteem)
Harga diri adalah penilaian pribadi terhadap hasil yang dicapai dengan menganalisa seberapa jauh perilaku memenuhi ideal diri (Stuart & Sundeen, 1998).
Frekuensi pencapaian tujuan akan menghasilkan harga diri tinggi atau harga diri rendah tergantung pada:
• Jika individu selalu sukses maka akan memiliki harga diri yang tinggi
• Jika individu tersebut sellu mengalami kegagalan maka akan menghaslkan harga diri yang rendah
Harga diri individu mengalami perkembangan semenjak masa anak-anak dan remaja dan menjadi lebih stabil pada masa dewasa.
Dalam tahap belajarnya, pada masa anak-anak, individu akan menerima dari orang tua dimana individu akan mengikutkan penilaian dan harapan dari orang lain untuk membentuk diri secara ideal, yang kemudian individu tersebut akan mengevaluasi diri sehingga muncul dalam kedewasaan dengan suatu harga diri inti atau dasar.
Biasanya harga diri sangat rentan terganggu pada saat remaja dan usia lanjut. Dari hasil riset ditemukan bahwa masalah kesehatan fisik mengakibatkan harga diri rendah. Harga diri tinggi terkait dengam ansietas yang rendah, efektif dalam kelompok dan diterima oleh orang lain. Sedangkan harga diri rendah terkait dengan hubungan interpersonal yang buruk dan resiko terjadi depresi dan skizofrenia.
4. Peran diri/penampilan peran (Role Performance)
Peran adalah sikap dan perilaku nilai serta tujuan yang diharapkan dari seseorang berdasarkan posisinya di masyarakat ( Keliat, 1992 ). Peran yang ditetapkan adalah peran dimana seseorang tidak punya pilihan, sedangkan peran yang diterima adalah peran yang terpilih atau dipilih oleh individu.
Peran mencakup harapan atau standar perilaku yang telah diterima keluarga, komunitas dan kultur. Perilaku didasarkan pada pola yang ditetapkan melalui sosialisasi. Sosialisasi dimulai tepat setelah lahir, ketika bayi berespon terhadap orang dewasa dan orang dewasa berespons terhadap perilaku bayi. Polanya stabil dan hanya sedikit berubah selama masa dewasa. Anak belajar perilaku yang diterima oleh masyarakat melalui proses berikut :
a. Reinforcement-extinction
Perilaku tertentu menjadi umum atau dihindari, bergantung pada apakah perilaku ini diterima dan diharuskan atau tidak diperbolehkan dan dihukum.
b. Inhibisi
Seorang anak belajar memperbaiki perilaku bahkan ketika berupaya untuk melibatkan diri mereka.
c. Substitusi
Seorang anak menggantikan satu perilaku dengan perilaku lainnya yang memberikan kepuasan pribadi yang sama.
d. Imitasi
Seorang anak mendapatkan pengetahuan, keterampilan atau perilaku dari anggota sosial atau kelompok kultural
e. Identifikasi
Seorang anak menginternalisasikan keyakinan, perilaku, dan nilai dari model peran ke dalam ekspresi diri yang unik dan personal.
Harga diri yang tinggi merupakan hasil dari peran yang memenuhi kebutuhan dan cocok dengan ideal diri. Posisi di masyarakat dapat merupakan stressor terhadap peran karena struktur sosial yang menimbulkan kesukaran, tuntutan serta posisi yang tidak mungkin dilaksanakan ( Keliat, 1992 ).
Faktor-faktor yang mempengaruhi dalam menyesuaikan diri dengan peran yang harus dilakukan menurut Stuart and sundeen, 1998 adalah :
a. Kejelasan prilaku yang sesuai dengan perannya serta pengetahuan yang spesifik tentang peran yang diharapkan .
b. Konsistensi respon orang yang berarti atau dekat dengan peranannya.
c. Kesesuaian dan keseimbangan antara peran yang di emban.
d. Kejelasan budaya dan harapannya terhadap prilaku perannya.
e. Pemisahan situasi yang dapat menciptakan ketidak selarasan.
5. Identitas diri (personal identity)
Identitas diri adalah keadaan, sifat, ciri-ciri khusus seseorang (Poerwodarminto, 1995).
Stuart & Sundeen (1998), identitas diri adalah keadaan akan diri sendiri yang bersumber dari observasi dan penilaian, yang merupakan sintesa dari semua aspek konsep diri sebagai satu kesatuan yang utuh. Identitas sering didapat dari observasi diri seseorang dan dari apa yang kita katakana tentang diri kita.
Identitas mencakup rasa internal tentang individualitas, keutuhan dan konsistensi dari seseorang sepanjang waktu dan dalam berbagai situasi. Identitas menunjukkan menjadi lain dan terpisah dari orang lain namun menjadi diri yang utuh dan unik.
Pembentukan identitas diri
• Mulai pada masa bayi
Hal yang penting dalam identitas adalah jenis kelamin (Keliat,1992).
Identitas jenis kelamin berkembang sejak lahir secara bertahap dimulai dengan konsep laki-laki dan wanita banyak dipengaruhi oleh pandangan dan perlakuan masyarakat terhadap masing-masing jenis kelamin tersebut.
Anak belajar tentang nilai, perilaku dan peran yang diterima sesuai kultur. Anak mengidentifikasi pertama kali dengan orang tua, kemudian dengan guru, teman seusia dan pahlawan pujaan.
• Berlangsung sepanjang kehidupan
Untuk membentuk identitas anak harus mampu membawa semua perilaku yang dipelajari ke dalam keutuhan yang koheren, konsisten, dan unik. Rasa identitas ini secara kontinu timbul dan dipengaruhi oleh situasi sepanjang hidup.
• Tugas utama pada masa remaja
Selama masa remaja tugas emosional utama seseorang adalah perkembangan rasa diri atau identitas. Banyak terjadi perubahan fisik, emosional, kognitif, dan social. Jika remaja tidak dapat memenuhi harapan dorongan diri pribadi dan social yang membantu mereka mendefinisikan tentang diri, maka remaja ini dapat mengalami kebingungan identitas. Seseorang dengan rasa identitas yang kuat akan merasa terintegrasi bukan terbelah.
Karakteristik identitas diri dapat dimunculkan dari perilaku dan perasaan seseorang (ciri identitas ego) seperti:
• Individu mengenal dirinya sebagai makhluk yang terpisah dan berbeda dengan orang lain
• Individu mengakui atau menyadari jenis seksualnya
• Individu mengakui dan menghargai berbagai aspek tentang dirinya, peran, nilai dan prilaku secara harmonis
• Individu mengaku dan menghargai diri sendiri sesuai dengan penghargaan lingkungan sosialnya
• Individu sadar akan hubungan masa lalu, saat ini dan masa yang akan datang
• Individu mempunyai tujuan yang dapat dicapai dan direalisasikan (Meier dikutip Stuart and Sudeen, 1991)

Kepribadian yang sehat:
Individu dengan kepribadian yang sehat akan mengalami hal-hal berikut ini:
• Citra tubuh yang positif dan sesuai
• Ideal diri yang realistik
• Harga diri yang tinggi
• Penampilan peran yang memuaskan
• Rasa identitas yang jelas
• Konsep diri yang positif