Kamis, 28 April 2011

LIFE IS SO SHORT

Beberapa waktu yang lalu saya bersama beberapa pengurus gereja berkunjung ke sebuah rumah sakit untuk membesuk seorang jemaat yang sedang sakit. Selesai membesuk kami sempat bertemu dan berbincang dengan beberapa orang pasien di kamar lain. Salah satu kamar berisi pasien-pasien lanjut usia, di depan kamar tersebut ada sebuah kamar yang berisi pasien-pasien yang lebih muda. Kami sempatkan untuk mengobrol sebentar.
Sampai di rumah ingatan kembali melayang pada beberapa tahun yang lalu saat saya masih menjadi mahasiswa praktek di sebuah rumah sakit milik pemerintah. Saya ingat ketika itu saya bertemu dengan seorang ibu yang dirawat di rumah sakit karena tumor otak. Saya tahu bagaimana prognosisnya pada waktu itu namun saya masih yakin Tuhan akan tolong pasien tersebut.
Pada saat baru masuk ke bangsal beliau masih bisa mengobrol meski kadang tidak nyambung. Namun kondisinya mengharuskannya untuk tetap tiduran dan saya membantu menyuapi makan dan minum, begitu pula bila ingin berganti pakaian dan merapikan tempat tidur. Hampir setiap hari saya bertemu dengan pasien itu, karena itu saya tahu pasti bagaimana perkembangannya, bukan membaik namun memburuk. Setelah sekitar 2 minggu pasien tersebut tidak sadar, di hidungnya terpasang nasogastric tube untuk memasukkan makanan ke dalam lambung, di tangannya tampak terpasang infus, dan di samping tempat tidurnya tergantung urine bag yang tersambung dengan DC catheter. Pada awalnya selang di hidungnya bersih, namun beberapa hari kemudian berwarna hitam, lalu kadang si ibu muntah berwarna hitam dan akhirnya kemudian beliau menghembuskan nafasnya yang terakhir.
Sungguh bagi saya 2 minggu itu terasa sangat singkat. Pertama kali bertemu dengan pasien tersebut saya masih bisa mengobrol dengannya, beliau juga masih bisa makan, minum, sungguh tak disangka setelah 2 minggu akhirnya beliau “menyerah”.
Hal ini membuat saya ingat akan Mazmur 90:3-6.
Engkau mengembalikan manusia kepada debu, dan berkata :”Kembalilah, hai anak-anak manusia!”
Sebab di mata-Mu seribu tahun sama seperti hari kemarin, apabila berlalu, atau seperti suatu giliran jaga di waktu malam.
Engkau menghanyutkan manusia; mereka seperti mimpi, seperti rumput yang bertumbuh, di waktu pagi berkembang dan bertumbuh, di waktu petang lisut dan layu.

Hidup manusia begitu singkat, seperti rumput yang tumbuh di pagi hari lalu layu di sore harinya, dan sebagian dipenuhi dengan kesengsaraan dan penderitaan. Betapa tidak berharganya hidup manusia.
Lalu untuk apa manusia hidup bila hanya seperti hembusan nafas saja lalu mati ? pertanyaan ini berdiam begitu lama di dalam pikiran, sampai kemudian saya menemukannya. Tuhan memiliki rencana yang indah untuk setiap kehidupan manusia. Dan sebagai ciptaan yang menjadi milik-Nya sudah seharusnya manusia menyerahkan diri sepenuhnya untuk dipakai dalam setiap rancangan yang telah dibuat-Nya.
Sayangnya manusia terlalu angkuh dan sombong untuk mengikuti kehendak-Nya. Hidup yang hanya satu kali saja diisi dengan hal-hal yang menyenangkan menurut manusia itu dan mungkin saja kesenangan itu tidak disukai oleh-Nya. Keadaan dunia ini membawa saya untuk berpikir justru lebih sederhana. Hidup begitu singkat dan kita tidak tahu kapan ajal akan menjemput, mungkin hari ini, atau nanti malam, atau besok, entah kapan, namun hidup yang singkat ini begitu penting karena menentukan kemanakah kita akan pergi setelah ajal menjemput nanti. Saya tidak ingin menjadi manusia yang paling bodoh karena menyia-nyiakan hidup dengan mengabaikan kehidupan setelah kematian.
Karena itu janganlan bertindak bodoh, tetapi tetaplah terus berusaha untuk mencari dan mengerti kehendak Tuhan. Pergunakanlah waktu yang ada karena hari-hari ini adalah jahat. Perhatikanlah bagaimana kamu hidup. (Efesus 5 : 15-17).
Ayat ini terngiang-ngiang di telinga saya.
Saya tahu bahwa Yesus adalah satu-satunya jalan keselamatan (Yoh 3: 16; 14:6). Karena itu saya percaya saya tidak salah langkah. Saya tidak akan ragu dengan kehidupan setelah kematian karena DIA menyediakan tempat bagi saya di kehidupan nanti.
Mempergunakan kesempatan dalam hidup untuk berbuat baik bukan berarti mengumpulkan upah untuk “membeli” tiket ke surga. Sebagai orang yang percaya kepada Kristus Yesus perbuatan baik adalah persembahan kepada Allah. (Ibrani 13: 16). Upah yang kita dapatkan akan kita bawa sebagai persembahan bagi kemuliaan nama-Nya.