Kamis, 02 Desember 2010

MENCIPTAKAN AWAL PERNIKAHAN YANG INDAH

Desember tlah tiba.... bulan penuh cinta dan kasih. Begitulah bagi kami, bulan Desember sungguh istimewa, karena kami akan merayakan ulang tahun perkawinan kami. Tahun ini adalah tahun ketiga bagi kami. Masih seumur jagung sih memang, tapi rasanya bukan hal yang mudah bagi kami. Bukan berarti rumah tangga kami diliputi masalah sepanjang 3 tahun ini, melainkan justru menjadi suatu perjalanan yang menyenangkan karena kami melewati setiap kesulitan bersama-sama. Meskipun baru 3 tahun tapi rasanya ingin menuliskan banyak hal mengenai pernikahan. Anggap saja ini hadiah dari kami yang sedang berbahagia merayakan 3rd aniversary kami. Kali ini kami ingin menuliskan beberapa tips yang mungkin bisa jadi wacana bagi temen-temen pasangan muda yang baru menikah maupun pasangan muda akan menikah.
Dalam suatu acara talk show keluarga di sebuah radio lokal, seorang ahli mengatakan bahwa ada 7 tahap kedewasaan dalam pernikahan. Tahun awal pernikahan (1-3 tahun pertama) disebut dengan tahap fantasi/tahap bulan madu. Mengapa disebut dengan tahap fantasi? Karena pada tahun-tahun ini biasanya pasangan masih dipenuhi dengan harapan-harapan yang indah mengenai pernikahan. Masing-masing memiliki bayangan yang indah mengenai pasangannya. Hmmm...hati-hati dengan hal ini, karena dapat memunculkan 2 kemungkinan, yaitu bahagia jika pasangan sesuai dengan apa yang dibayangkan, atau kemungkinan kedua kaget dan kecewa karena ternyata pasangan tidak sesuai dengan apa yang diharapkan. Wah...kemungkinan kedua ini berbahaya kalau tidak disikapi dengan tepat.
Nah...kita punya beberapa tips untuk menghadapi hal ini :
>> jangan jaim
Yup...jaga image di depan pasangan menjadi hal yang juga membahayakan...mengapa?? karena membuat kedua pasangan tersebut tidak semakin kenal satu sama lain, padahal mengenal pasangan sampai sisi-sisi yang paling dalam adalah hal wajib bagi semua pasangan. Memang pegenalan terhadap pasangan tidak dapat diselesaikan hanya dalam sekali waktu tapi harus sepanjang waktu dan seumur hidup. Meskipun demikian sebaiknya mengenal pasangan dimulai sejak masa pacaran. Tampilkan bukan hanya sisi baik tapi juga sisi buruk masing-masing supaya semakin hari semakin bisa saling menyesuaikan. Termasuk juga mengenal cita-cita, tujuan hidup, prinsip hidup dan visi ke depannya seperti apa. Hal ini juga berguna ketika sudah menikah tidak akan merasa asing atau kaget bahkan mungkin kecewa menghadapi sikap dan tingkah laku pasangan. Secara pribadi saya kurang setuju dengan pernyataan, “memilih pasangan seperti memilih kucing dalam karung”.
>> persetujuan bersama
Kalau yang satu ini membutuhkan pembicaraan serius dari kedua pasangan. Sebaiknya dibicarakan ketika keduanya sudah sepakat dan berkomitmen untuk serius dalam berhubungan, misalnya sepakat untuk menikah atau bertunangan. Penting bagi kedua pasangan untuk duduk bersama membicarakan keluarga yang akan dibentuk nantinya. Bicarakan semuanya sedetail mungkin mulai dari rencana mempertemukan kedua orang tua sampai rencana setelah menikah akan tinggal di mana, bagaimana dengan karir masing-masing, adakah kemungkinan tidak tinggal dalam satu kota, bagaimana dengan orang tua, bagaimana dengan pengaturan keuangan, pekerjaan rumah tangga dan kemungkinan-kemungkinan lainnya. Ambil keputusan bersama, sepakati bersama dan tepati setiap keputusan. Jika dengan berjalannya waktu ada kemungkinan perubahan maka sebaiknya kedua pasangan duduk bersama membicarakannya kembali. Butuh komitmen dan rasa pengertian yang besar dari kedua pasangan. Latihlah mulai dari masa pra nikah.
>> lanjutkan romantisme masa pacaran
Banyak teman-teman yang mengeluh setelah menikah pasangan menjadi tidak romantis, menjadi seperti orang asing, tidak seperti waktu pacaran dulu. Sadar atau tidak romantisme dan kemesraan menjadi bumbu yang enak dalam pernikahan, bahkan menjadi magnet bagi kedua pasangan untuk saliang mendekat dan tidak lepas satu dengan yang lain. Bagi kami...masa pernikahan menjadi masa lanjutan dari pacaran, dan tidak ada kebiasaan yang perlu diubah. Antar jemput ke kantor atau ke mana saja, jalan-jalan berdua, makan malam berdua, bahkan kami masih makan siang berdua, meskipun kantor kami berbeda. Belanja pun masih kami lakukan berdua. Menikah mejadikan kami semakin romantis karena kami dapat melakukan lebih banyak hal berdua, seperti masak berdua, mencuci berdua, nonton televisi berdua, mandi berdua, lari pagi berdua, memandikan anak kami berdua, mengganti popoknya berdua, bahkan pernah saat kami tidak ada kendaraan kami berjalan kaki berdua sejauh 2 km untuk membeli susu anak kami. Semuanya menjadi hal yang romantis bagi kami karena kami melakukannya bersama. Romantisme bukan hanya masalah perasaan tapi juga keseimbangan antara apa yang dirasakan dengan apa yang dipikirkan, jadi pikirkanlah bahwa semua hal yang dilakukan berdua dengan cinta adalah hal yang romantis. Romantis bukan hanya ditunjukkan dengan bunga, coklat, cincin, puisi, lagu dan hal-hal semacamnya.
Lalu bagaimana dengan pasangan yang tidak tinggal serumah? Mungkin karena tempat kerja di kota yang berbeda, atau salah satu sedang studi lanjut di kota lain, atau sedang ada tugas di luar kota. Apapun alasannya, pada prinsipnya sama, pertahankan kehangatan dan kemesraan seperti pada masa pacaran dulu. Kalau dulu sering menemani pacar lembur mengerjakan tugas dengan cara chating lewat internet, atau smsan atau telepon, lakukan hal itu. Kalau dulu saat pacaran sering memberikan perhatian-perhatian kecil seperti sms atau telepon hanya sekedar menanyakan, “lagi ngapain?”, “sudah makan apa belum?”, “bagaimana pekerjaan/kegiatan hari ini?”, lakukan juga hal ini setelah menikah. Sesekali juga penting untuk telepon atau sms sekedar mengatakan “i love u”, “aku kangen” atau kata-kata romantis lainnya. Lakukan hal ini secara tulus bukan hanya sekedar memenuhi kewajiban komunikasi saja. Komunikasi yang hangat pun bisa dilakukan melalui situs jejaring sosial seperti facebook. Dengan facebook pasangan bisa chating, saling mengirimkan pesan2 mesra, saling bertukar cerita bahkan upload foto-foto saat berdua dan saling berkirim hadiah.
>> janganlah matahari terbenam sebelum padam amarahmu
Egoisme yang memang telah ada saat masih single sering kali memunculkan benturan-benturan pada awal masa pernikahan. Segeralah menyadari bahwa ketika sudah menikah kita bukan lagi dua melainkan telah ‘menjadi satu’. “Janganlah matahari terbenam sebelum padam amarahmu”, dapat diartikan bahwa marah sebaiknya tidak membawa kita kepada dosa, dapat pula diartikan marah sebaiknya segera diselesaikan, jangan sampai lama dan berlarut-larut. Marah dengan cara diam pun tidak disarankan. Sebaiknya marah diungkapkan dengan asertif dan tanpa perilaku merusak. Marah pun sebaiknya ditujukan bukan untuk menjatuhkan pasangan. Marah atau tidak marah adalah sebuah pilihan dan sebaiknya marah adalah pilihan kedua. Hendaknya setiap kita memberikan pengaruh yang baik bagi pasangan kita, supaya bersama-sama bisa bertumbuh dan saling membangun satu dengan yang lain.
Seorang dosen senior dalam bukunya menuliskan sebuah ilustrasi mengenai siapa orang yang paling penting bagi kita. Ada 3 orang yang biasanya mengisi daftar paling atas orang yang paling penting bagi kita yaitu orang tua, pasangan dan anak. Dari ketiganya yang paling penting adalah pasangan (suami/istri). Mengapa bukan orang tua atau anak?? Alasannya sederhana, orang tua kelak akan mati dan meninggalkan kita, anak bila sudah dewasa juga akan menikah lalu pergi meninggalkan kita, satu-satunya orang yang akan ada bersama kita seumur hidupnya adalah pasangan (suami/istri) kita. Jadi...posisikan pasangan kita sebagai orang paling penting bagi kita. Jaga pasangan kita sama seperti tulang tengkorak menjaga otak dan tulang rusuk menjaga jantung.
Semoga tulisan ini bermanfaat. (RD) http://rosiana-nuka.blogspot.com

Tidak ada komentar: